Pada tahun 1000an telah terjadi suatu perang besar dan berkepanjangan yang terkenal dengan sebutan Perang Salib. Sebagai penyebabnya adalah karena “tanah suci” (Israel sekarang) secara silih berganti di duduki atau dikuasai oleh raja-raja Islam. Masyarakat Barat yang Kristen dan yang menganggap tanah suci itu sebagai milik mereka berusaha merebutnya dari para penguasa Islam. Dalam perang tersebut para prajurit Kristen memang menggunakan tanda-tanda salib pada pakaian dan persenjataan mereka, disamping juga memang dipimpin oleh para raja Kristen.
Perang salib tersebut berlangsung berkepanjangan, bahkan bangsa-bangsa Barat yang datang ke Indonesia pada akhir abad 16 masih diliputi oleh suasana perang tersebut. Sebagai akibatnya adalah terjadinya konflik-konflik dengan pedagang-pedagang Islam dari Timur Tengah yang telah terlebih dahulu datang ke Indonesia dan juga dengan para penguasa Islam setempat. Namun demikian juga terdapat dampak positif dari perang tersebut, yaitu terjadinya kontak kebudayaan, dan lebih dari itu bangsa Eropa mulai terbuka dan mengakui ketinggian kebudayaan Timur tengah dan Asia. Mereka menyaksikan kemewahan-kemewahan yang tidak dijumpai di Eropa, komoditi-komoditi baru seperti rempah-rempah, lada, cengkeh dan lain sebagainya. Mereka akhirnya juga mengakui bahwa dalam bidang kerajinan, kesenian, teknologi , bangsa Timur Tengah dan Asia ternyata tidak kalah maju dibandingkan dengan bangsa-bangsa Eropa. Perkembangan selanjutnya adalah terjadinya kontak perdagangan antara Barat dan Timur yang sangat menguntungkan bangsa-bangsa Barat.
Muncullah kota-kota dagang di Eropa Barat seperti Venesia, Leevant, Bologna dan sebaginya. Kota-kota dagang tersebut terus berkembang dengan segala kekayaan dan kemewahannya, akan tetapi juga saling berdiri sendiri (otonom) seperti kota-kota di Yunani . Persaingan antar kota pun tak dapat dihindarkan, bahkan jika perlu dengan menggunakan kekuatan militer untuk merebut dan menguasai kota-kota di sekitarnya. Oleh karena itulah setiap kota berusaha untuk paling tidak mempertahankan diri dengan menggunakan tentara sewaan. Hal inilah yang akhirnya mendorong munculnya kesatuan-kesatuan militer komersial yang bisa disewa oleh siapapun yang mampu membayarnya, yang disebut dengan istilah mercenary (Condittier). Sebagai akibat lebih lanjut meletuslah kekacauan-kekacauan (anarkhi) di kota-kota dagang yang kaya.
Pada sisi lain masyarakat pada kota-kota yang kaya mulai meragukan atau paling tidak mempertanyakan kebudayaan mereka sendiri yang selama itu dianggap paling unggul (Kristen) di seluruh bumi dengan cara mempelajari koleksi perpustakaan-perpustakaan di biara-biara dan gereja-gereja. Akhirnya mereka menemukan kembali karya-karya kebudayaan Yunani yang sangat mengagumkan, baik berupa karya sastra, filsafat, arsitektur, kisah-kisah kepahlawanan, ilmu pengetahuan dan sebagainya. Mulai saat itulah bangsa Eropa Barat betul-betul kembali menengok ke belakang yaitu ke jaman Yunani dan Romawi, yang menandai perubahan yang dahsyat yang dijiwai oleh pandangan hidup atau kebudayaan Yunani, dan lazim disebut dengan istilah Renaissance.
Pengertian yang paling umum dan sederhana dari renaissance adalah: penemuan kembali atau kelahiran kembali (‘renasci’ dari bahasa Latin yang berarti dilahirkan kembali) dari kebudayaan antik (Yunani kuno), termasuk di antaranya para sejarawannya. Dibandingkan dengan jaman Abad Tengah bisa dikatakan tidak terdapat studi yang sungguh-sungguh atas sejarah kuno, dan pengetahuan akan jaman kuno di Barat pada waktu itu sangat terbatas. Walaupun terdapat pengaruh penulisan sejarah Yunani terhadap sejarah abad tengah, akan tetapi pengaruh itu hanya terbatas pada beberapa penulis atau sejarawan saja. Pada jaman Renaissance paling tidak sebanyak ¾ karya sastra Latin ditemukan kembali. Artinya lebih dari cukup kesusasteraan dan historiografi Yunani dilahirkan kembali. Hal itu terutama juga sehubungan dengan masih adanya kontak-kontak dengan Kerajaan Yunani Bisantium.
Pada jaman renaissance pendidikan yang berdasarkan pada karya-karya sastra antik, termasuk penulisan sejarah dan filsafat moral, disebut dengan istilah ‘humanitas’ (sementara istilah humanisme baru muncul pada abad 19), sementara guru dalam studi “humanistis” sejak akhir abad 15 disebut dengan istilah ‘umanista’. Berbeda dengan penulis-penulis jaman abad pertengahan, para humanis ingin mempelajari semua para pengarang antik. Bahkan mereka ingin mengambilalih ita rasa gaya antik dan keindahan antik. Gerakan untuk menemukan kembali dan penghargaan terhadap kebudayaan kuno dengan melakukan pemeliharaan sumber-sumber lama sehingga bisa ditata seperti keadaan semula pada awalnya memang hanya terjadi di Itali pada awal abad 14. Baru pada awal abad 15 hal itu juga dilakukan di negeri-negeri lain seperti Ingris, Jerman, Belanda dan sebagainya.
Bertolak belakang dengan masyarakat Abad pertengahan, kebudayaan jaman renaissance mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
- Antroposentris, yaitu pandangan hidup yang menganggap bahwa manusia adalah pusat segalanya di dunia ini, sehingga baik buruknya segala sesuatu di dunia ini, demikian pula sejarah manusia adalah ditentukan atau berpusat pada manusia itu sendiri.
- Sekuler, yaitu pandangan hidup yang bersifat keduniawian, dimana segala sesuatu diukur atau berorientasi kepada kehidupan dunia yang bersifat material.
- Diesseitigheit, yaitu pandangan hidup yang menganggap bahwa dalam kehidupan ini yang terpenting adalah justru di dunia fana ini. Semboyannya adalah “carpidiem” yang berarti nikmatilah hidup ini.
Pada masa reinessance, hidup seorang pemikir, dia adalah Niccolo Machiavelli (1469-1527). Ia dilahirkan di Florence, dan sejak 1494, ketika Florence diduduki Perancis, ia menjabat sebagai pegawai dalam bidang politik tingkat tinggi di republik Florence. Ketika Medici kembali pada 1512 ia dipenjarakan. Setelah bebas ia mencurahkan perhatiannya pada filsafat politik, historiografi dan literature. Bukunya yang amat terkenal adalah II Principe (Penguasa, Raja), adalah semacam buku pelajaran mengenai kekuasaan politik, rangkuman pidato2 kuliah dari para pengarang antik (Yunani), pengalaman2 kerjanya termasuk kegagalan-kegagalannya. Buku itu penuh dengan contoh-contoh historis, tetapi sedikit atau tidak berkaitan/ berurusan dengan historiografi. Sebagai pelajaran politik, buku itu mengajarkan bahwa untuk menjaga dan mengendalikan ketertiban dan mengembalikan orde sosial maka kekuasaan harus dipegang oleh orang yang kuat. Doktrinnya adalah bahwa untuk mencapai tujuan itu jalan, cara, sarana dan prasarana apapun dihalalkan. Gagasan semacam itu sesungguhnya diilhami oleh keadaan kota Florence yang kacau pada waktu itu. Menurut ukuran jaman modern (sekarang) doktrin itu dianggap telah meninggalkan moralitas dan perikemanusiaan.
Buku Machiavelli yang bisa dikatakan sebagai karya histories Istorie Florentine dan Discorsi. Untuk yang pertama yaitu Istorie Florentine (Sejarah kota Florence) yang ditulis atau perintah (permintaan) universitas Florentin, digambarkan bagaimana keadaan kota Florence yang diwarnai oleh konflik-konflik antar kelompok (clique-clique), kekacauan, intrik2, pertentangan kelas, perang, represi untuk memperebutkan kepentingan-kepentingan kelompok dan kekayaan. Pertentangan dan persaingan yang ketat itu pada gilirannya menimbulkan ketidakmerataan (inequality) antara orang-orang yang kaya dengan yang miskin. Untuk mengatasi konflik-konflik tersebut Machiavelli mengajukan suatu teori politik yaitu perlu diciptakannya kekuasaan yang kuat berlandaskan kekuatan militer guna menciptakan orde sosial (tertib masyarakat), agar organisasi masyarakat bisa ditegakkan, hukum dan peradilan bisa dilaksanakan secara merata tanpa pandang golongan. Disamping itu ia juga mengajukan teori negara berdasarkan sistem politik tersebut yaitu:
- Monarkhi: Monarkhi Dispotis (Turki); Monarkhi Tirani di kerajaan Saragosa dan Monarkhi feodal di Perancis.
- Republik: Republik Aristokrasi di Venesia dan Republik Demokrasi di Romawi Kuno.
- Di antara Monarkhi dan Republik terdapat bentuk Oligarkhi.
Machiavelli juga mengajukan teori mengenai pembagian (pendistribusian) kekayaan dalam masyarakat dengan sistem yang disebut meritokrasi. Yang dimaksud adalah bahwa pembagian kekayaan dalam masyarakat harus didasarkan pada jasa atau ketrampilan (merit) yang disumbangkan tiap-tiap individu. Disamping itu semua orang juga harus diperlakukan sama di depan hukum (equality) dan hukum itu sendiri harus objektif. Oleh karena teori negara yang diajukan Machiavelli di atas, maka ia mendapat sebutan sebagai Bapak ilmu Politik.
Sumber: http://www.pustakasekolah.com/zaman-renaissance-di-eropa.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar